ANALISIS PERTIMBANGAN PUTUSAN PENGADILAN PADA TINDAK PIDANA PERSETUBUHAN TERHADAP PENYANDANG DISABILITAS
Kata Kunci:
Pertimbangan Hakim, Disparitas Pemidanaan, Tindak Pidana Persetubuhan, Penyandang DisabilitasAbstrak
Tindak pidana persetubuhan terhadap penyandang disabilitas merupakan isu serius dalam sistem peradilan pidana di Indonesia, terutama mengingat kerentanan korban dan pentingnya perlindungan hukum yang lebih baik. Adanya disparitas pemidanaan dalam tiga putusan pengadilan, yaitu Putusan Nomor 141/Pid.B/2020/PN.Wkb, 280/Pid.B/2020/PN.Pli, dan 16/Pid.B/2021/PN.Nga meskipun kasus-kasus tersebut sama-sama dikenakan Pasal 286 KUHP, menunjukkan inkonsistensi dalam penegakan hukum. Dalam ketiga kasus tersebut, pelaku tindak pidana persetubuhan terhadap penyandang disabilitas mendapatkan vonis yang berbeda, meskipun sifat kejahatan dan pasal yang digunakan serupa. Disparitas ini menimbulkan celah dalam penerapan hukum, terutama dalam memberikan perlindungan maksimal kepada kelompok rentan seperti penyandang disabilitas. Ketidakkonsistenan ini juga berpotensi mereduksi kepercayaan publik terhadap sistem peradilan. PeneIitian ini bertujuan untuk menganaIisis pertimbangan hakim daIam menjatuhkan putusan serta faktor-faktor yang menyebabkan perbedaan pemidanaan terhadap peIaku tindak pidana ini. PeneIitian ini menggunakan metode peneIitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan studi kasus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa disparitas pemidanaan disebabkan oleh kombinasi faktor yuridis, seperti terpenuhinya unsur-unsur pidana, alat bukti, barang bukti, dan fakta hukum serta faktor nonyuridis, termasuk kondisi korban, hubungan antara pelaku dan korban, dan keadaan yang memberatkan serta meringankan terdakwa. Perbedaan ini mencerminkan diskresi hakim dalam menyesuaikan putusan dengan kompleksitas masing-masing kasus. Disparitas dilarang apa bila tidak berdasarkan pertimbangan hukum yang jelas, rasional, dan berkeadilan. Meskipun sah secara hukum, disparitas ini dapat menimbulkan ketidakpuasan masyarakat, sehingga diperlukan pedoman pemidanaan yang lebih terstruktur untuk meningkatkan konsistensi dan keadilan. Dengan demikian, peneIitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam perbaikan sistem hukum pidana, khususnya dalam melindungi kelompok rentan seperti penyandang disabilitas.