OBSERVASI PERKEMBANGAN KOGNITIF, SOSIAL, EMOSIONAL, DAN FISIK PADA SISWA TUNARUNGU DI SEKOLAH LUAR BIASA (SLB)
Kata Kunci:
SLB, Tunarungu, Observasi, Kognitif, Sosial, Emosional, FisikAbstrak
Pendidikan adalah hak dasar bagi setiap individu, termasuk bagi anak-anak berkebutuhan khusus (ABK). Salah satu bentuk pendidikan yang dirancang khusus untuk memenuhi kebutuhan ABK adalah Sekolah Luar Biasa (SLB). Dalam SLB, pendekatan pembelajaran, media, serta interaksi sosial dirancang agar sesuai dengan kemampuan dan karakteristik masing-masing anak. Anak tuna rungu, misalnya, memerlukan pendekatan visual dan kinestetik yang dominan karena keterbatasan dalam menerima informasi auditif. Pendidikan inklusif bukan hanya tentang akses, tetapi juga keberhasilan dalam proses belajar (Ainu Ningrum, 2022).Penelitian ini menggunakan metode observasi deskriptif kualitatif, yang bertujuan untuk menggambarkan kondisi faktual siswa tuna rungu di SLB dalam aspek kognitif, sosial, emosional, dan fisik. Pendekatan ini dipilih karena mampu menangkap perilaku alami subjek dalam konteks lingkungan belajar tanpa manipulasi variabel. Observasi dilakukan secara langsung oleh observer terhadap aktivitas siswa di kelas selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Menurut (Ummah, 2019b), pendekatan kualitatif cocok untuk menggali fenomena sosial secara mendalam dalam konteks yang alamiah.Berdasarkan hasil observasi terhadap Fitri Fadillah, siswa tuna rungu kelas 1 SMA di (SLB) Pasir Pengaraian,yang dilakukan pada tanggal 9 Mei 2025 diperoleh data perkembangan siswa dalam empat aspek utama, yaitu aspek kognitif, sosial, emosional, dan fisik. Data diperoleh melalui instrumen observasi yang memuat indikator-indikator perkembangan kognitif, sosial, emosional, dan fisik. Setiap aspek dinilai menggunakan skala 1–4, yang merepresentasikan tingkat frekuensi dan intensitas perilaku. (Aryuni et al., 2024).Berdasarkan hasil observasi terhadap seorang siswa tuna rungu di SLB Pasir Pengaraian, dapat disimpulkan bahwa perkembangan siswa menunjukkan kecenderungan positif terutama pada aspek sosial dan emosional. Siswa mampu menjalin interaksi sosial yang cukup baik dengan teman dan guru, menunjukkan empati, serta memiliki tingkat kemandirian dan antusiasme yang cukup tinggi dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Hal ini menunjukkan bahwa lingkungan sekolah sudah relatif mendukung keterlibatan sosial dan kestabilan emosi siswa.